-->

Teori Masuknya Islam Ke Nusantar Dan Metode Penyebaran

Masuknya islam dinusantara tidak lepas dari peran Wali Songo dan para ulama' besar dipenjuru Nusantara, Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13. Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258).
Ada tiga teori yang masih dianut dan dijadikan mata pelajaran sekolah.
1.Teori Gujarat
Teori ini menjelaskan masuknya islam dari India yang dibawa oleh pedagang India dan masuk kenusantara pada abad ke-8, islam masuk melalui wilayah anak benua india ini dikemukakan oleh Snouk Hurgronje danJ.Pijnapel

2.Teori Persia
Teori yang menjelakan bahwa islam dibawah oleh pedagang (iran) pada abad ke-12, teori ini berlandasakan banyaknya paham syiah pada awal masuknya islam ke nusantara kesamanya yang paling menonjol dari bangsa persia peringatan 10 Muhamram atau sering disebut Asyuro dan teori ini dikemukakan oleh Hossein Djajadiningrat.

3.Teori Arab/Makkah
Teori ini menyakini bahwa islam masuk pada abad ke-7 dibawa oleh pedagang Arab dan Madinah teori ini deprkuat adanya perkampungan islam dipantai Barus(Sumatra Barat).
Bukti yang memperkuat adanya komplek makam Mahligai(Barus) terdapat makam tua  yang tertulis nisanya nama Syekh Rukunudin wafat pada 672 M.

Dan itulah beberapa teori yang menjelaskan masuknya islam, sekarang kami akan menjelaskan metode penyebaran islam yang dilakukan oleh para wali songo sebelum melanjut pembahan alangkah baiknya kalo kita mengetahui nama Wali Songo
1.Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
2.Sunan Ampel (Raden Rahmat)
3.Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim)
4.Sunan Drajat (Raden Qosim/Raden Syaifudin)
5.Sunan Kalijaga (Raden Said)
6.Sunan Kudus (Ja'far Shadiq)
7.Sunan Muria (Raden Umar Said)
8.Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
9.Sunan Giri (Raden Paku/Muhammad Ainul Yakin)


1.Metode Kesenian (Budaya)
 Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, misalnya seni bangunan (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia–Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar dan kori agung. Begitu pula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban, dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu banyak sekali, antara lain perayaan Garebek Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.

Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukkan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsur Islam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra ditempuh dengan cara meyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (Melayu).

2.Metode Pendidikan
 Lembaga pendidikan Islam yang paling tua adalah pesantren. Murid- muridnya (santri) tinggal di dalam pondok atau asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Pengajarnya adalah para guru agama (kiai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar, pulang ke daerah asal dan mempunyai kewajiban mengajarkan kembali ilmunya kepada masyarakat di sekitar. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah terpencil.

Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku (daerah Hitu). Raja-raja dan keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kiai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat agama.

Misalnya, Kiai Ageng Selo adalah guru Jaka Tingkir; Kiai Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Banten; Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.

3.Metode Perdagangn
 Saluran yang digunakan dalam proses islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui perdagangan. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai dengan abad ke- 16, antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina.

Proses islamisasi melalui saluran perdagangan ini dipercepat oleh situasi politik beberapa kerajaan Hindu pada saat itu, yaitu adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat di Majapahit. Pedagang-pedagang muslim itu banyak menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim. Salah satu contohnya adalah Pekojan.

4.Metode Perkawinan
 Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Saluran islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikah dengan anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati sudah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam.

Misalnya, perkawinan Maulana Iskhak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ngampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; perkawinan putri Adipati Tuban (R.A. Teja) dengan Syekh Ngabdurahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Jaleluddin).

5.Metode Dakwah
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Wali Sanga. Istilah wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingkat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama tersebut. Oleh karena itu, para wali menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar Waliullah (orang yang sangat dikasihi Allah). Sesuai dengan zamannya, wali-wali itu juga memiliki kekuatan magis karena sebagian wali juga merupakan ahli tasawuf.

6.Metode Tasawuf
 Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Oleh karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan menyembuhkan. Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah beragama Islam.


Sekian itulah sedikit artikel yang dapat kami tulis semoga bermanfaat.Amin

Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu dan Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya, orang Jawa begitu mudah menerima agama Islam. Tokoh- tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansyuri, Syamsuddin as Sumatrani, Nur al Din al Raniri, Abdul al Rauf, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Teori Masuknya Islam Ke Nusantar Dan Metode Penyebaran"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel